Kamis, 17 September 2015

Standar Sewa Kendaraan dalam Standar Biaya Masukan

Setelah sekian lama vakum, entah mengapa saya ingin nge-blog lagi..

Kali ini saya akan mengangkat tema tentang Sewa Kendaraan masih dalam koridor pengaturan Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya.

Beberapa waktu lalu, ada seorang rekan bertanya langsung melalui whatsapp kepada saya, pertanyaannya begini, " Assalamualaikum, Bro-bro.. (wkwk, kalu yang ini dibuat-buat), Apakah satuan sewa kendaraan operasional untuk pejabat sudah termasuk biaya bensin dan supir? Kalau yang sewa insidentil kan tertulis di penjelasannya sudah termasuk bahan bakar dan pengemudi"
Dan saya ingat pertanyaan yang sama pernah saya dapatkan ketika sedang berhadapan langsung dengan stake holder sewaktu sosialisasi standar biaya.. baiklah saya bahas di sini..

Nah saya jawab nya gini,.. "Walaikumsalam, ma Bro.. (wkwkw.. ini juga dibuat-buat)"

Begini,  Satuan Biaya Sewa Kendaraan yang terdapat di Lampiran I poin 33 Peraturan Menteri Keuangan No 53/PMK.02/2014 tentang Standar Biaya Masukan TA 2015, memang ada 3 macam, yaitu :
33.1 Sewa Kendaraan Pelaksanaan Kegiatan Insidentil (satuannya per hari)
33.2 Sewa Kendaraan Operasional Pejabat (satuannya per bulan)
33.3 Sewa Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan (satuannya per bulan)
walaupun mereka dalam satu kelompok yang sama, namun peruntukan, ketentuan dan cakupan biayanya berbeda.

Yang poin 33.1 diperuntukkan bagi :
a. Pejabat Negara yang melakukan perjalanan dinas dalam negeri di tempat tujuan, dan
b. Pelaksanaan kegiatan yang membutuhkan mobilitas tinggi, berskala besar, dan tidak tersedia kendaraan dinas serta dilakukan secara selektif dan efisien.
Yang poin 33.1 ini, besaran biayanya sudah termasuk bahan bakar dan pengemudi.

Yang poin 33.2 dan 33.3 peruntukan dan ketentuannya sama, yaitu: dimaksudkan sebagai pengganti pengadaan kendaraan melalui pembelian.
Saya cerita sedikit tentang ini, Satuan biaya sewa kendaraan operasional adalah satuan biaya baru yang baru muncul pada PMK TA 2015. Hal ini didasari atas masukan dari berbagai pihak yang mengusulkan agar pengadaan kendaraan tidak hanya dilakukan melalui pembelian tetapi juga dapat dilakukan dengan sewa. Sewa, tentu lebih memudahkan penyewa, karena tidak perlu repot dalam melakukan pemeliharaan termasuk penghapusannya kelak. Bahkan, kendaraan selalu siap dipakai (ada kendaraan pengganti jika terjadi kerusakan - ketentuan di PMK) sehingga tidak mengganggu jalannya operasional kantor. Sewa kendaraan untuk memenuhi kebutuhan operasional kantor sudah jamak dilakukan oleh kalangan private sector, dan baru di tahun 2015 secara resmi masuk dalam PMK Standar Biaya sebagai salah satu pengadaan kendaraan dinas (meskipun dalam prakteknya telah dilakukan oleh beberapa instansi pada tahun-tahun sebelumnya). Tapi ingat, bahwa maksudnya muncul di tahun 2015 adalah sebagai alternatif lain dalam pengadaan, bukan berarti bahwa sekarang sudah ada kendaraan dinas yang melalui pembelian lalu mengalokasikan lagi untuk pejabat yang sama ataupun operasional yang sama melalui sewa.
Nah yang poin 33.2 dan 33.3 ini besaran biayanya belum termasuk bahan bakar, apalagi pengemudi.
Lalu kalau belum termasuk bahan bakar, apakah boleh dialokasikan lagi bahan bakar untuk kendaraan yang disewa pada poin 33.2 dan 33.3 tersebut? Ya boleh dong, kalau enggak kan gak bisa jalan mobilnya.. apa mau jalannya pake tenaga manusia..? di dorong maksudnya.. hahaha...
Lalu kalau boleh, apakah ada standar atau diatur besarannya..? Ada, lihat Satuan Biaya Pemeliharaan dan Operasional Kendaraan Dinas, kalau di PMK SBM 2015 ada di lampiran II poin no 14.

Nah gitu aja dulu, mudah-mudahan memberikan pencerahan..

Jumat, 20 April 2012

Standar Biaya Uang Saku Paket Meeting

Yang dominan menjadi pertanyaan banyak orang mengenai Standar Biaya adalah, mengapa uang saku paket meeting untuk tahun 2012 turun sangat drastis. Dan menurut sumber yang (mudah-mudahan) dapat dipercaya, bahwa penurunan uang saku paket meeting tersebut memang dimaksudkan untuk membatasi kegiatan paket meeting/rapat di luar kantor (hotel) yang 2-3 tahun belakangan ini sangat marak dilakukan kementerian/lembaga. Konon kabarnya, dalam suatu kesempatan rapat pimpinan eksekutif sempat menyentil bahwa belakangan mencari PNS di kantor-kantor kok susah.. sekarang PNS kerjanya banyak di hotel-hotel.. Merespon hal tersebut muncullah usaha untuk mengurangi kegiatan paket meeting yang kurang/tidak efektif. Sebenarnya hal tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, pertama adalah dengan memberikan syarat yang lebih ketat terhadap pelaksanaan kegiatan paket meeting tersebut dan/atau mengatur jumlah maksimal pelaksanaan kegiatan paket meeting untuk suatu output tertentu. Kedua adalah dengan mengurangi besaran uang saku paket meeting, sehingga kegiatan terebut tidak lagi "menarik" untuk dilaksanakan. Dan ternyata cara kedua yang dipilih dalam Standar Biaya 2012.

Meskipun mendapatkan justifikasi logis dalam perhitungan uang saku paket meeting, bahwa ketika seorang PNS melakukan kegiatan paket meeting, dengan menganalogikan kepada uang harian perjalanan dinas dimana ada 3 komponen dalam uang harian tersebut yaitu: uang makan, transpot lokal dan uang saku, maka komponen yang tersisa dari uang harian tersebut tinggal uang saku, karena uang makan sudah tidak diberikan lagi (karena sudah include dalam paket meeting di hotel), demikian juga uang transpot tidak diberikan lagi karena ybs tidak kemana-mana dalam pelaksanaan kegiatan dimaksud (hanya rapat di hotel), maka menurut perhitungan matematisnya tinggallah uang saku sehingga bisa dikatakan besaran uang saku paket meeting maksimal adalah 1/3 dari uang harian. Hanya saja perhitungan uang saku maksimal sebesar 1/3 dari uang harian ini dibuat rata untuk semua ibukota provinsi (sedangkan uang harian berbeda) dan sebagai dasar perhitungan adalah uang harian terendah pada tahun 2011 yaitu Rp300.000,-. sehingga 1/3 dari Rp300.000,- adalah Rp100.000,-. Rp100.000,- inilah yang kemudian dijadikan satuan biaya uang harian paket meeting fullboard luar kota (paket fullboard luar kota adalah tarif tertinggi dibandingkan dalam kota fuulboard, fullday dan halfday) untuk gol I/II, sedangkan untuk gol III dan IV dilakukan penyesuaian untuk kompensasi pengenaan pajak sehingga uang saku paket meeting yang diterima seluruh golongan sama pada kisaran Rp100.000,-. Dan untuk dalam kota fullboard, fullday dan halday tentunya lebih kecil lagi.

Perbandingan Uang Saku (harian) Paket Meeting 2011, 2012 dan 2013
Uang Saku (harian) Paket Meeting Fullboard Luar Kota (Jawa Barat)
      2011                        2012                       2013
Rp270.000,-             Rp100.000,-           Rp150.000,-

Namun, kalau menurut hemat penulis, cara pertama lebih elegan dan tepat sasaran, meskipun penulis akui memang lebih sulit dilakukan. Memberikan syarat pelaksanaan dan jumlah maksimal pelaksanaan paket meeting untuk suatu output tertentu memang sulit dilakukan, karena harus dilakukan kajian dan benchmarking terhadap sekian banyak karakteristik output yang tentunya sangat berbeda. Penulis memberikan contoh yang asal-asalan, mis untuk output pembuatan Undang-Undang maksimal 15x meeting yang boleh dibiayai dengan SB Paket Meeting, Peraturan Menteri maksimal 7x, pembuatan Aplikasi maksimal 5x, penyusunan Laporan Keuangan dan Lakip tidak boleh memakai paket meeting.. sekali lagi ini hanyalah pembatasan asal-asalan.. namun yang penulis ingin katakan adalah bahwa pembatasan terhadap jumlah pelaksanaan paket meeting lebih efektif dari pada mengurangi uang saku paket meeting dengan tujuan mengurangi frekuensi pelaksanaan paket meeting. Asumsi bahwa dengan menurunkan uang saku paket meeting maka akan membawa dampak pengurangan pelaksanaan paket meeting pada kementerian/lembaga sehingga adanya efisiensi anggaran karena kegiatan tersebut sudah tidak lagi "menarik" masih bisa diperdebatkan keakuratannya. Sebagai contoh kalau di tahun 2011, dengan satu kali pelaksanaan paket meeting pegawai mendapat Rp270.000,-, sementara ditahun 2012 hanya mendapat Rp100.000,- maka bisa saja kemudian untuk output yang sama yang pada tahun 2011 diperlukan 1 kali paket meeting, namun pada tahun 2012 dilaksanakan 3x paket meeting agar uang saku total yang diterima pegawai kira-kira sama yaitu 3xRp100.000,-. (karena tidak ada pembatasan jumlah pelaksanaan paket meeting terhadap suatu output). Dan jika hal ini yang dilakukan, maka efisiensi yang "terkesan" merupakan dampak dan tujuan penurunan besaran uang saku paket meeting, menjadi sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi.. Yang terjadi malah adanya inefisiensi besar karena paket meeting yang dibayarkan ke hotel, yang seharusnya 1x menjadi 3x, sementara pengeluaran untuk uang sakunya relatif sama. Padahal perbandingan besaran uang saku paket meeting yang diterima pegawai dengan tarif paket meeting yang dibayarkan ke hotel adalah kira-kira sebesar 1 : 6.

Belum lagi permasalahan ketika peserta dalam kegiatan meeting tersebut adalah dari daerah yang jauh. Meskipun telah diberikan fasilitas dalam PMK SB bahwa untuk peserta yang dari daerah dapat diberikan 2 hari uang harian (1 hari -dan+  pelaksanaan), namun sebenarnya dalam PMK SB disyaratkan untuk yang mengalami kendala transportasi. Bisa diduga yang terjadi nanti adalah bahwa semua peserta dari daerah akan diberikan 2 hari uang harian perjadin dan uang saku paket meeting untuk memberikan uang saku yang lebih "pantas", meskipun peserta dimaksud tidak mengalami kesulitan transportasi.

Kamis, 19 April 2012

Standar Biaya Honorarium vs Single Remuneration

Ada hal yang menarik untuk dibahas (paling tidak menurut saya).. antara kecenderungan kenaikan Honorarium dari tahun ke tahun yang diakomodir dalam PMK SB dengan wacana penerapan single remuneration, yang mana dikatakan bahwa jika penerapan single remuneration telah berjalan, maka seluruh honorarium baik untuk honorarium yang melekat pada jabatan (pengelola keuangan : KPA, Bendahara dsb) maupun honorarium tim pelaksana kegiatan akan dihilangkan, sementara di lain sisi Honorarium yang diakomodir dalam PMK SB cenderung naik dari tahun ke tahun. Bahkan permintaan untuk memasukkan item-item baru terkait pemberian honorarium untuk suatu pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan PNS masih terus ada.


Standar Biaya Tahun Anggaran 2013

Standar Biaya adalah satuan biaya yang ditetapkan baik berupa Standar Biaya Masukan maupun Standar Biaya Keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran dalam RKA-K/L

Standar Biaya TA 2013 ditetapkan dalam PMK Nomor 37/PMK.02/2012 tanggal 9 Maret 2012.

Ada beberapa perubahan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Standar Biaya (SB) TA 2013 kali ini dibandingkan PMK SB tahun sebelumnya, yaitu : bila PMK SB sebelumnya hanya terdiri dari 2 Lampiran (Lampiran I : SBM Honorarium, Vakasi, Uang Lembur dan Uang Makan PNS serta Lampiran II : SBM Barang, Pemeliharaan, Pakaian Dinas dan Perjadin serta Bahan Makanan) namun pada PMK SB TA 2013 kali ini terdapat 3 Lampiran (Lampiran I : SBM Honorarium, Vakasi, uang Lembur dan Uang Makan serta Penginapan dan Uang Harian Perjadin, Lampiran II : SBM Barang, Pemeliharaan, Pakaian Dinas Tiket Perjadin serta Bahan Makanan, dan terakhir Lampiran III : berisi tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Standar Biaya Keluaran TA 2013)

Perubahan lain selain besaran satuan biayanya tentunya (menyesuaikan inflasi), terdapat pula beberapa penambahan item baru dalam PMK SB 2013. Kalau PMK SB 2012 terdiri dari 55 item SBM (25 pada Lampiran I dan 30 pada Lampiran II), maka pada PMK SB 2013 terdiri dari 60 item SBM (30 pada Lampiran I dan 30 pada lampiran II).

Yang belum punya PMK SB 2013 bisa di donlot di sinihttp://www.2shared.com/document/QZTSOZ_5/PMK_37_-_2012_-_SB_2013.html
atau bisa juga ke website http://www.anggaran.depkeu.go.id